Senin, 16 November 2015

PT ASTRA INTERNASIONAL TBK



      I.         PENDAHULUAN

Secara umum kata perubahan sering diartikan sebagai kondisi yang berbeda dari kondisi sebelumnya. Perubahan itu terjadi sebagai akibat dari suatu proses yang terjadi kemudian dan menggambarkan antara sebelum dan sesudah dari peristiwa tersebut. Perbedaan antara sebelum dan sesudah itu mungkin berkaiatan dengan perubahan fisik, ide atau gagasan, yang hasil akhirnya mungkin positif (growth), mungkin negatif (stagnation) atau mundur (collaps). Kurt Lewin (1951) dalam teorinya yang dikenal force field theory, mengungkapkan bahwa kondisi atau keadaan merupakan equilibrium (keseimbangan) dari dua kekuatan yang berlawanan dimana sisi yang satu menunjukkan kekuatan dan menuntut adanya perubahan (driving forces) dan disisi lain terdapat kekuatan yang mempertahankan keberadaan (status quo) yang senantiasa menghambat terjadinya perubahan (restraining forces). Berdasarkan teori itu perubahan dapat dilakukan dengan menambah atau memperkuat driving forces dan memperkecil restraining forces.

Konsep perubahan Schermerhorn (1991) cit Rochyadi (2008), melihat ada dua konsep tentang perubahan yaitu perubahan yang terencana (planned change) dan perubahan yang tidak terencana (unplanned change). Perubahan yang terencana (planned change) merupakan sebuah reaksi langsung terhadap persepsi seseorang tentang adanya suatu celah kinerja. Artinya suatu perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan kenyataan yang diharapkan tidak menunjukkan kesenjangan. Sedangkan perubahan yang tidak terencana yaitu suatu keadaan yang terjadi secara spontan tanpa adanya perhatian seorang agen perubahan yang mungkin dapat merusak.

Krisis ekonomi menyebabkan Astra harus melakukan penjadwalan pembayaran utang dengan para kreditur. Pada periode 1998-1999, Astra terpaksa mem-PHK 20.000 karyawan tetap dan 5.000 pegawai kontrak sehingga jumlah karyawan Astra tinggal sekitar 100.000 orang. Tetapi, bisnis harus tetap berjalan. Masuknya Cycle & Carriage (didukung raksasa finansial Jardine Matheson) sebagai pemegang saham utama Astra dan dibukanya peluang investasi 100% kepada investor asing di Indonesia menyebabkan berubahnya kompetisi di pasar.

Liberalisasi perekonomian harus dijawab dengan langkah yang tepat. Hal tersebut menyebabkan PT. Astra Internasional Tbk. melakukan perubahan manajemen sejak tahun 2001. Manajemen Astra melakukan transformasi bisnis dan manajemen agar Astra menjadi perusahaan yang excellent. Berdasarkan studi kasus PT. Astra Internasional Tbk, makalah ini akan membahas faktor penyebab, langkah-langkah, tujuan dan hasil perubahan manajemen PT. Astra Internasional Tbk.
                                                                                                                                   

II.         Tinjauan Pustaka

A.           Faktor-faktor penyebab perubahan
Beberapa faktor yang dapat mendorong terjadinya perubahan. Dean Anderson dkk (2001) cit Rochyadi (2008), misalnya mengisyaratkan ada 7 faktor yang dapat mendorong terjadinya perubahan, yaitu;
1.       Lingkungan (environment); lingkungan yang mendorong perubahan organisasi ini mencakup lingkungan social dan alam, ekonomi, politik,, teknologi, demografi, serta tata aturan
2.       Sukses menembus pasar (market place requirements for success); kebutuhan dalam meraih sukses untuk menembus pasar merupakan faktor pendorong perubahan yang berpijak pada pemahaman, keinginan dan kebutuhan pemakai berupa layanan, produk baru, kecepatan, kesanggupan atau kemampuan dalam memberi layanan mutu, dan tingkatan layanan pada pengguna atau pelanggan,
3.       Kepentingan usaha (business imperative); bagaimana perusahaan harus melakukan upaya strategi untuk mencapai keberhasilan melalui perubahan yang berpihak pada pengguna. Untuk itu perlu menata ulang kerangka pikir secara sistimatis melalui perubahan visi, misi, tujuan, model, hasil atau produk, dan layanan
4.       Kepentingan organisasi (organizational imperatives); secara khusus yang harus berubah dalam organisasi ialah perubahan struktur, system proses, teknologi, sumber daya yang berbasis pada kecakapan atau kemampuan staf dalam pelaksanaan dan penyusunan rencana strategi dalam mencapai target.
5.       Kepentingan budaya (cultural imperatives); bagaimana norma atau nilai-nilai kelompok menjadi filosofis kerja dan pendorong organisasi untuk membantu perubahan dengan menyususn rancangan kerja dan strategi baru, misalnya, membentuk tim work untuk membantu layanan pendidikan dalam mengubah budaya untuk duduk bersama antara orang tua dan guru dalam mendisain program pembelajaran
6.       Perilaku pemimpin dan karyawan (learder and employe behavior); perilaku pimpinan dan karyawan dalam membentuk budaya organisasi berupa gaya kepemimpinan dan suasana atau iklim serta karakter setiap personal dalam organisasi yang dibangun sebagai perekat dalam memper-tahankan keberhasilan.
7.       Kerangka pikir pemimpin dan personal atau karyawan (leader and employee mindset); merupakan inti dari pandangan umum, asumsi-asumsi, kepercayaan berupa mental, model yang menyebabkan setiap personal dalam organisasi harus melakukan pekerjaan tersebut. Oleh karena itu kita harus mempunyai kerangka pikir, sebab hal ini secara langsung mempengaruhi kepuasan lingkungan kita, dan perbuatan-perbuatan serta hasil yang sering menjawab kondisi awal dalam pembentukan personality dan menstranformasi kapasitas organisasi dalam rangka meraih keberhasilan.


B.  Tujuan perubahan
Menurut Stephen (2001) cit Rochyadi (2008), ada dua tujuan perubahan yaitu, pertama; perubahan yang mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan dalam lingkungan yang dinamis, perubahan ini senantiasa mengupayakan adanya perubahan perilaku personal (bawahan). Perubahan organisasi merupakan tindakan beralihnya suatu organisasi dari kondisi yang berlaku kini, menuju kondisi mendatang yang diinginkan guna meningkatkan efektivitas. Perbaikan kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan dalam lingkungan berpusat pada perubahan struktur organisasi dalam bentuk perbaikan tugas-tugas yang secara formal dibagi-bagi, dikelompokkan dan diorganisasikan. Perbaiakan struktur organisasi ini meliputi ;
a.       Spesialisasi pekerjaan : 1) mengidentifikasi dan menyusun struktur dan peran-peran tiap elemen dari struktur, termasuk penyusunan prosedur pelaksanaan tugas, 2) menata peran dan tanggung jawab personil, jaringan kemunikasi, arus pekerjaan atau hirarki
b.      Rentang kendali; 1) mendefinisikan dan menyusun hubungan yang mengkaitkan peran setiap elemen dari struktur, termasuk penyusunan prosedur pengendalian tugas dan cara memonitoring serta mengevaluasi, 2) menata hubungan peran dan tanggung jawab tiap personal dalam organisasi, komunikasi, dan mengendalikan arus pekerjaan
c.       Disain organisasi: pergeseran dari struktur sederhana ke struktur yang didasarkan pada tim atau penciptaan pekerjaan, jadwal kerja, uraian jabatan, definisi ulang, pengayaan kerja, tugas yang diperluas-dipersempit, modifikasi sistem imbalan, merancang struktur organisasi yang sederhana dalam fungsi struktur yang lebih luas.
Sementara perubahan perilaku personal (karyawan) mengarah pada perubahan individu dalam organisasi berupa perubahan sikap dan perilaku serta karakter setiap individu atau anggota organisasi melalui suatu proses; (1) komunikasi, (2) pengambilan keputusan, (3) pemecahan masalah, (4) gaya kepemimpinan dan (5) suasana atau iklim dan budaya kerja yang berubah melalui peralihan suasana yang berlaku kini, menuju suasana mendatng dalam orientasi peningkatan mutu dan efektifitas. Perubahan perilaku ini dibangun sebagai perekat dalam meningkatkan atau mempertahankan tingkat keberhasilan.


C.  Langkah-langkah perubahan
Menurut Kotter ( 1997),  ada 8 Langkah Perubahan / Transformasi Organisasi yaitu :
1.        Incease Urgency, menumbuhkan ‘sense of urgency’ dimana setiap orang akan merasa terdorong untuk segera melakukan perubahan yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan jika ditemukannya alasan / faktor yang benar-benar kuat mengapa perubahan perlu dilakukan. Untuk itu perlu ditunjukkan fakta/ data yang dapat dilihat, dirasakan, disentuh agar orang-orang mau dan merasa perlu untuk berubah. Jika orang tidak melihat adanya langkah perubahan yang telah dilakukan atau berupa data / fakta bahwa mereka harus berubah maka yang terjadi adalah orang-orang tidak akan mau berubah. Mereka akan tetap berada di zona nyaman karena mereka merasa tidak ada alasan yang kuat untuk berubah. Harus ada rasa ‘keterdesakan’ yang bisa dilihat selain oleh pemimpin juga oleh orang yang dipimpinnya.
2.        Build The Guiding team, membantu pembentukan kelompok yang akan memandu proses perubahan (change agents) yang mempunyai kapabilitas yang memadai baik dari sisi anggota kelompok maupun metode pelaksanaannya. Untuk berubah diperlukan orang-orang yang yakin bahwa perubahan akan mengarah ke arah yang lebih baik dan jumlahnya tidak banyak. Karena itu perlu dibentuk kelompok yang tugasnya menunjukkan antusiasme, komitmen, kepercayaan bahwa dengan perubahan yang akan dilakukan akan menghasilkan hasil yang lebih baik. Mereka inilah agen-agen perubahan yang akan mendorong orang-orang disekitarnya untuk mendukung jalannya perubahan. Karena itu perlu dilakukan komunikasi yang rutin dengan para agen ini agar memantapkan tujuan perubahan, saling mendukung dan meminimalisir rasa frustasi yang mungkin timbul.
3.        Get The Right Vision. Visi yang sudah ada harus diterjemahkan dalam bentuk strategi yang menantang untuk dilaksanakan. Tanpa visi yang jelas, tidak akan ada yang mau mengikuti arah perubahan yang diusung, kalau pun ada, di tengah jalan mereka akan kehilangan arah. Visi ini harus dapat dipilah-pilah dalam time frame yang jelas, apakah tahunan, semesteran, atau triwulan serta dengan melihat pula kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa depan. Dengan demikian setiap orang akan dapat melihat arah yang jelas mengenai tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam bentuk implementasi sehari-hari.
4.        Communicating for Buy In. Visi dan strategi yang disampaikan harus komunikasikan sehingga terjadi kesamaan dan pemahaman yang baik serta dapat diterima di seluruh jajaran. Visi yang baik harus terkomunikasi dengan jelas dan terarah. Dan yang penting adalah bentuknya tulus, sederhana, tidak rumit serta memberikan contoh nyata (role model) akan visi yang sudah diaplikasikan. Perbaikilah saluran-saluran komunikasi yang digunakan sehingga pesan-pesan yang tidak perlu dapat dieliminir. Dan dapat pula digunakan teknologi untuk membantu mempercepat proses komunikasi (situs resmi, internal email blast, dll). Komunikasi yang baik dapat dilakukan dengan cara: content (metaphor, analogy, simplicity, stories, etc) & context (repetition, multiple forums, role model, events, etc)
5.        Empower Action, mengatasi secara efektif rintangan-rintangan yang timbul yang dapat memantapkan pengalaman dalam mengelola perubahan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri. Selain itu perlu juga dukungan dalam bentuk alat-alat (resources) yang memadai agar semua orang dapat bertindak untuk mencapai visi. Termasuk pula adalah dorongan agar team mampu keluar dari pola pikir standar dana dapat ‘keluar’ mengambil langkah-langkah terobosan yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
6.        Create Short Term Win. Meraih kemenangan-kemenangan kecil /jangka pendek. Karena perubahan pada umumnya tidak dapat dicapai dalam tempo yang singkat maka dibutuhkan milestone-milestone kecil untuk memberi tanda sudah sampai dimana proses perubahan yang dijalankan. Karena itu dibutuhkan perayaan-perayaan kecil (short term wins) dalam bentuk pemberian ‘penghargaan’ yang diperlukan agar semangat para pengusung roda perubahan ini dapat terus dijaga agar tidak redup. Adalah perlu untuk terus mengupayakan agar semangat para pendukung perubahan ini tetap menyala karena proses perubahan menuntut stamina fisik & mental dalam waktu yang panjang. Selain itu, short term wins ini juga memberi ‘isyarat’ kepada mereka yang belum ‘bergabung’ untuk dapat bergabung karena inilah ‘jalan’ yang ‘benar’. Akan jauh lebih baik jika ‘perayaan’ meraih kemenangan kecil ini dilakukan dalam exposure yang luas sehingga ada banyak orang yang menyaksikan sehingga pada penerima penghargaan ini dapat lebih percaya diri, mantap dan semakin yakin akan arah yang di tuju.
7.        Don’t Let Up. Jangan berhenti, lanjutkan terus proses perubahan sebelum visi terwujud. Lakukan terus upaya untuk meningkatkan sense of urgency sehingga nyala api perubahan tidak redup di tengah jalan. Selalu tunjukkanlah bahwa proses perubahan ini masih akan berlanjut sampai tercapainya visi yang dicanangkan. Tetapi, haruslah dicatat bahwa proses ini jangan sampai membuat kondisi fisik dan emosi terganggu dan mengorbankan kepentingan pribadi, karena dalam jangka panjang jika ini terjadi, yang mendapatkan imbasnya adalah proses perubahan itu sendiri. Gunakanlah momentum-momentum, seperti misalnya pada perayaan hari jadi perusahaan / peringatan hari besar sebagai alat bantu untuk mengkomunikasikan bahwa perubahan belum selesai. Lakukanlah -jika perlu- perubahan sistem, struktur, kebijakan-kebijakan, prosedur hingga kultur organisasi sehingga sesuai dengan kondisi yang diinginkan.
8.        Make change stick. Pastikanlah agar perubahan tertanam sebagai budaya perusahaan sehingga perubahan benar-benar mengakar sampai ke struktur organisasi yang paling bawah. John P. Kotter mengingatkan, bila satu saja tahapan itu dilewati, maka kita hanya akan menghasilkan apa yang disebutnya sebagai illusion of speed (kecepatan maya) yang dapat menghasilkan perubahan yang tidak sempurna.



 
III.         PEMBAHASAN

Grup Astra merupakan kelompok bisnis nasional yang memiliki sistem manajemen termaju di Indonesia. Astra menyebut sistem manajemennya dengan nama Astra Management System (AMS). Sistem manajemen ini menjadi roda penggerak organisasi Astra untuk mewujudkan visi, misi, tujuan, moto, dan filosofi korporat Astra. Kehadiran AMS menjadi cermin PT. Astra Internasional Tbk sebagai organisasi yang tanggap terhadap perubahan dan seringkali menjadi motor perubahan dalam konteks bisnis nasional. Menurut Dean Anderson dkk (2001) cit Rochyadi (2008), faktor yang dapat mendorong terjadinya perubahan adalah Lingkungan (environment), sukses menembus pasar (market place requirements for success), kepentingan usaha (business imperative), kepentingan organisasi (organizational imperatives), kepentingan budaya (cultural imperatives), perilaku pemimpin dan karyawan (learder and employe behavior) dan kerangka pikir pemimpin dan personal atau karyawan (leader and employee mindset).

Manajemen perubahan atau change management merupakan pendekatan terstruktur dalam rangka membawa PT. Astra Internasional Tbk dari kondisi saat ini (current state) ke masa depan yang diinginkan (desired future state) untuk mencapai kinerja yang lebih baik. Dalam lingkungan PT. Astra Internasional Tbk, perubahan tersebut meliputi perubahan didalam struktur organisasi, proses, tata laksana, sumber daya manusia, pola pikir dan budaya kerja. Fokus utama dari dari manajemen perubahan adalah  sumber daya manusia yang pada akhirnya akan mengarah kepada pembelajaran organisasi  (Building Learning Organization).

Pembelajaran organisasi merupakan kegiatan organisasi ketika pemimpin dan karyawan secara terus menerus meningkatkan kapasitas mereka untuk mencapai tujuan, saat pola pikir baru dipelihara, aspirasi kolektif bebas, diutamakan dalam rangka perbaikan dan orang-orangnya memiliki keinginan untuk belajar. Manajemen perubahan selalu dibutuhkan oleh  PT.Astra Internasional Tbk untuk menciptakan tata kelola organisasi dan bisnis yang lebih efektif, produktif, efisian, kreatif, dan mempunyai kinerja. Melalui perubahan yang jelas dan terbuka, PT.Astra Internasional Tbk berpotensi untuk memperkuat dirinya melalui  kinerja dan komunikasi serta integrasi dalam kolaborasi yang menyatukan semua fakta keunggulan di lingkungan  PT.Astra Internasional Tbk secara profesional. Manajemen perubahan PT.Astra Internasional Tbk harus memastikan bahwa setiap kegiatan perubahan dilakukan secara terencana dan terukur, sehingga  keberhasilan penerimaan setiap orang terhadap perubahan yang diinginkan dapat diwujudkan secara sempurna. Astra terus melakukan perubahan sejalan dengan prinsip kaizen (continous improvement), yaitu :

1.   Berfokus pada pelanggan; fokus utama adalah kualitas produk yang bermuara pada kepuasan pelanggan.
2.   Mengadakan peningkatan secara terus menerus; Kualitas total merupakan sine qua non untuk keberlangsungan.
3.        Mengakui masalah secara terbuka; Membangun kultur yang tidak saling menyalahkan.
4.   Mempromosikan keterbukaan; Ilmu pengetahuan adalah untuk saling dibagikan & hubungan-hubungan komunikasi yang mendukungnya merupakan sumber efisiensi yang lebih besar
5.        Menciptakan tim kerja; pertama, pengaruh antar sesama teman dan kepemimpinan bisa memelihara disiplin untuk memastikan bahwa tidak ada seorangpun dibiarkan mengganggu keseimbangan didalam tim dan keharmonisan antar tim, kedua, setiap orang diberi semangat untuk memanfaatkan pendidikan dan pelatihan guna memastikan bahwa kontribusi pribadi menambah nilai pada hasil hasil tim.
6.        Memanajemeni proyek melalui tim fungsional silang; menggunakan sumber daya antar departemen bahkan dari luar perusahaan.
7.  Memelihara proses hubungan yang benar;Mendesain dan memastikan proses hubungan antar manusianya.
8.     Mengembangkan disiplin pribadi; Melalui pendidikan, agama, dan norma norma sosial untuk menjaga keutuhan
9.        Memberikan informasi pada semua karyawan; Misi, nilai, produk, kinerja, manusia dan rencana perusahaan dari tantangan perusahaan menjadi tantangan pribadi.
10.    Memberikan wewenang kepada setiap karyawan; Melalui pelatihan dalam berbagai keahlian, dorongan semangat, tanggung jawab pengambilan keputusan, akses pada sumber-sumber data dan anggaran, timbal balik, rotasi pekerjaan dan penghargaan.

Selain menggunakan prinsip kaizen, PT.Astra Internasional Tbk menerapkan delapan langkah perubahan teori Kotter (1997) yaitu incease urgency, build the guiding team, get the right vision, communicating for buy in, empower action, create short term win, don’t let up, make change stick. serta menggunakan peta perjalanan manajemen transisi untuk merealisasikannya (gambar 2), yaitu :
1.       Stagnation : keadaan dimana terjadi suasana “depresi” atau hiperaktif di dalam organisasi
2.  Preparation : keadaan dimana para pimpinan mulai mencoba merencanakan dan mengkomunikasikan perubahan yang dimaksud.
3.       Implementation : keadaan dimana berbagai inisiatif perubahan dilakukan oleh sejumlah besar orang-orang di dalam organisasi pada berbagai level manajemen.
4.       Determination : keadaan dimana terjadi konflik, pertengkaran, kegagalan dan keberhasilan yang tidak signifikan.
5.       Fruition : keadaan dimana manfaat dari perubahaan benar-benar dirasakan.


Pada tahapan preparation, PT Astra menerapkan Enterprise Risk Management (ERM). PT. Astra Internasional Tbk. melepaskan sahamnya di banyak perusahaan manufaktur, khususnya di bidang otomotif dan bisnis terkait. Astra kini berhadapan langsung dengan konsumen yang sangat berbeda karakter dan perilakunya. Faktor tersebut mengharuskan Astra harus mendesain ulang fokus dan strategi bisnis

Inti dari manajemen resiko enterprise adalah bahwa setiap entitas yang ada mempunyai nilai untuk stakeholder. Semua entitas selalu menghadapi ketidakpastian dan yang menjadi tantangan adalah bagaimana mengelola, mengidentifikasi seberapa besar kemungkinan ketidakpastian yang mungkin diterima untuk meningkatkan nilai stakeholder. Ketidakpastian merepresentasikan dan peluang dimana memiliki potensi untuk mengikis atau mengubah nilai. Manajemen resiko enterprise membuat pengelolaan ketidakpastian menjadi lebih efektif terkait dengan resiko dan peluang dengan tujuan untuk mempertinggi nilai. Manajemen resiko enterprise meliputi :

1.        Menyelaraskan resiko keinginan dan strategi : mempertimbangkan entitas resiko keinginan dalam mengevaluasi alternatif yang strategis, mengeset objek-objek yang terkait dan mengembangkan mekanisme untuk mengelola resiko terkait.
2.        Mengubah keputusan respon adanya resiko : ERP menyediakan aturan untuk mengidentifikasi dan memilih alternatif respon / pencegahan adanya resiko, mengurangi resiko, membagi resiko dan menerima resiko.
3.        Mengidentifikasi dan mengelola resiko perusahaan : setiap perusahaan menghadapi resiko dengan kondisi berbeda sebagai bagian dari organisasi dan manajemen resiko memfasilitasi respon yang efektif ke pengaruh-pengaruh terkait dan mengintegrasikan respon ke berbagai resiko yang mungkin timbul.
4.        Meraih peluang : dengan mempertimbangkan jangkauan event yang potensial, pihak manajemen diposisikan untuk mengidentifikasi dan proaktif merealisasikan peluang.
5.        Memperbaiki penyebaran kapital (development of capital) : mendapatkan informasi resiko yang handal dan mengijinkan pihak manajemen untuk memprediksi semua kebutuhan kapital yang efektif dan mengubah alokasi kapital.

Selanjutnya pada tahap implementation, PT. Astra Internasional Tbk. melakukan perubahan organisasi dan menetapkan figur-figur yang tepat untuk mengisi posisi yang ada berdasarkan kebutuhan organisasi serta kompetensi baru yang dibutuhkan. Setiap perubahan memberikan dampak yang kuat terhadap individu karena awalnya, setiap perubahaan mendatangkan ketidakpastian. Ketidakpastian ini hadir karena perubahaan merupakan sesuatu yang ambigu dan tidak dapat diketahui dengan pasti hasilnya. Setiap individu memiliki persepsi masing-masing mengenai ketidakpastian. Hal tersebut mempengaruhi efektifitas perubahaan karena faktor yang dapat menghambat perubahan adalah ketakutan akan ketidakpastian. Oleh sebab itu diperlukan kesiapan untuk melakukan antipasi terhadap ketidakpastian yang terjadi. Kesiapan ini tidak hanya diperlukan organisasi tetapi juga oleh sumber daya manusianya, karena sikap dan reaksi manusia terhadap perubahaan turut mempengaruhi efektivitas perubahaan itu sendiri, baik bagi individu itu sendiri maupun bagi organisasi.

Krisis ekonomi menyebabkan Astra harus melakukan penjadwalan pembayaran utang dengan para kreditur. Pada periode 1998-1999, Astra terpaksa mem-PHK 20.000 karyawan tetap dan 5.000 pegawai kontrak sehingga jumlah karyawan Astra tinggal sekitar 100.000 orang. Meski sering dikatakan lebih beruntung, karyawan yang masih tinggal (tidak diPHK) sebetulnya tidak lebih baik ketimbang yang di PHK. Mereka justru menghadapi berbagai persoalan, baik di dalam maupun diluar pekerjaan. Persoalan ini muncul terutama karena privatisasi umumnya diikuti dengan perubahan kebijakan perusahaan seperti perubahan struktur organisasi, tujuan organisasi, teknologi dan sekaligus perubahan lingkungan kerjanya. Perubahan-perubahan tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan kebijakan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Sebagai contoh, jika perusahaan menerapkan kebijakan downsizing – perusahaan tidak mengganti karyawan yang di PHK, artinya karyawan yang bertahan harus mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang semula ditangani mereka yang di PHK. Bagi karyawan yang masih bertahan memiliki beban kerja bertambah dan tentunya menuntut mereka meluangkan lebih banyak waktu, dan mengeluarkan lebih banyak energi. Disamping itu, tambahan pekerjaan tersebut juga secara tidak langsung mensinyalkan bahwa karyawan harus menambah ketrampilan/pengetahuan baru atau yang biasa disebut re-skilling. PT.Astra Internasional Tbk. memberikan kesempatan karyawannya untuk mengikuti training yang diselenggarakan oleh AMDI (Astra Management Development Institute), lembaga khusus yang bertugas merekrut dan mengembangkan kualitas personil PT.Astra Internasional Tbk.

Proses perubahan di Astra selalu diikuti dengan proses evaluasi secara berkala, di mana manajemen mengikuti setiap perkembangan yang terjadi. Ini untuk menjaga jangan sampai terjadi penyimpangan dalam melakukan perubahan. Proses perubahan tersebut digambarkan dalam bentuk roda yang terus berputar naik ke anak tangga yang lebih tinggi. Roda tersebut mengandung fungsi dasar manajemen PDCA (Plan, Do, Check, Action). Untuk memutar roda dilakukan melalui training masif. Setiap roda yang naik ke tangga lebih tinggi diganjal dengan Standardization (S) agar tidak melorot turun, sehingga PDCA berubah menjadi SCDA. Di setiap akhir tahun, manajemen Astra mengadakan perayaan sebagai apresiasi terhadap tim yang dinilai terbaik dalam melakukan improvement, baik teknik maupun non-teknik. Pemenang ke-1, antara lain, mendapat sepeda motor atau hadiah uang Rp 20 juta. Award ini dimaksudkan agar seluruh perusahaan atau unit usaha Grup Astra berlomba meraih yang terbaik dengan membangun winning team spirit. Setiap orang Astra harus menghayati budaya dan semangat strive for excellence.

Dalam merubah suatu organisasi dari bentuknya yang lama kearah yang lebih baru, Morgan (1996) cit Oetomo (1998) mensyaratkan bahwa organisasi ersebut perlu melakukan inovasi. Inovasi sendiri diartikannya sebagai perubahan yang kreatif dengan tujuan memprakarsai masa depan yang baru. Dengan lingkungan berkreasi yang kondusif dan menantang, wajar bila ide peningkatan dan inovasi tumbuh subur di Astra. Menurut Stoner (1982), perubahan dapat dilakukan dengan mengubah bidang-bidang inovasi, yaitu struktur, teknologi dan atau orang-orangnya. Sistem administrasi back office seluruh cabang Astra diseragamkan dengan memakai teknologi SAP. Selama ini, sistem administrasi setiap cabang berbeda-beda sehingga masing-masing cabang membutuhkan tenaga akunting dan Administration Dept. Head sendiri-sendiri. Kompilasi data juga menjadi lambat. Dewasa ini, proses administrasi pemesanan mobil, pembayaran, dan berbagai hal lainnya seragam serta online sehingga pengumpulan dan penyatuan data di akhir bulan bisa dilaksanakan dengan cepat.

Hasil yang diperoleh dari perubahan tersebut adalah pada saat PT.Astra Internasional Tbk berulang tahun yang ke-48, berhasil mencatat rekor laba bersih Rp 5,4 triliun pada 2004, naik 22,3% dari 2003. Nilai hutang perusahaan pun menurun tajam, bahkan per 31 Maret 2005 hutang Astra kepada 19 sindikasi bank asing telah dibayar luas sehingga hutang Astra menjadi nol. Total hutang kepada sindikasi bank asing itu US7 juta, dan telah dibayar US1 juta pada Desember 2004 serta dibayar lagi US juta pada Maret 2005. Selain itu, Astra masih memiliki dana tunai Rp 1 triliun untuk membayar dividen. Tahapan akhir ini disebut fase fruition pada peta perjalanan manajemen transisi.

IV. BAGAN

 

V.          KESIMPULAN
 
PT. Astra Internasional Tbk menggabungkan prinsip Kaizen, teori Kotter (1997) dan manajemen resiko enterprise dalam peta perjalanan manajemen transisi perubahannya. Perubahan lingkungan bisnis global (Globalisasi) dan perubahan teknologi telah mendorong seleksi alamiah yang mengarah kepada “yang terkuat yang bertahan”. Keberhasilan perusahaan dalam berbisnis di pasar akan didapat oleh perusahaan yang mampu menyesuaikan diri dengan persyaratan lingkungan saat ini, yaitu mereka yang mampu memberikan pelayanan/menawarkan barang dan jasa yang siap dibeli pasar. Konsekuensinya baik individu, ataupun perusahaan harus menemukan cara menghasilkan nilai yang dapat dipasarkan sesuai dengan tuntutan kebutuhan pasar yang dinamis.




VI.          DAFTAR PUSTAKA
 
Anonim. 2010. PT. ASTRA INTERNATIONAL Tbk : Perubahan Telah Menjadi Sistem. <http://www.portalhr.com/majalah/edisisebelumnya/strategi/1id270.html>. Diakses  tanggal 6 April 2010

Asmara, Rengga. 2006. Manajemen Transisi dan Perubahan (1). <www.eepis-its.edu>. Diakses tanggal 6 April 2012.

Baraqah, Munzir. 2011. Prinsip Kaizen yg Mengandung Sepuluh Prinsip. < http://maimoonzirconesia.blogspot.com/2011/03/prinsip-kaizen-yg-mengandung-sepuluh.html>. Diakses tanggal 07 April 2012.

Kotter, John P. 1998. Leading Change. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Rochyadi, E. 2008. Model Manajemen Pembaharuan. Badan pendidikan dan pelatihan daerah.

Sobirin, Achmad. 2005. Privatisasi : Implikasinya Terhadap Perubahan Perilaku Karyawan dan Budaya Organisasi. Jurnal Siasat Bisnis On Human Resources. Hal 19-42.

Sukamto, Ariani Sukamto. Manajemen Resiko Enterprise. <www.gangsir.com>. diakses tanggal 6 April 2012.

Oetomo, Tri Widodo W. 1998. Perilaku Organisasi. 

http://cindysilviahadi.blogspot.co.id/2012/05/perubahan-organisasi-studi-kasus-pt.html