Rabu, 04 Januari 2017

Perbandingan sistem cerdas dalam bidang penddikan di 3 negara Asia



  PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN DI NEGARA INDONESIA MALAYSIA DAN KOREA SELATAN DITINAJAU DARI BERBAGAI ASPEK
Berdasarkan kajian singkat tentang studi perbandingan sistem pendidikan di negara Malaysia dan Korea Selatan, seperti yang sudah penulis uraikan pada bab II, selanjutnya penulis mencoba memberikan beberapa refleksi sebagai bahan perbandingan dengan system pendidikan Indonesia yang saat ini sedang mengalami perubahan drastis dalam segi manajemennya
Penulis tertarik untuk membahas kedua Negara ini, karena penulis beranggapan bahwa kedua Negara ini merupakan Negara “maju” dikawasan Asia. Negara Korea Selatan sebagai negara berkembang pada akhir-akhir ini mulai bangkit dan menunjukkan kemampuannya untuk berkompetitif dalam pasaran otomotif dan industri elektronik dunia umumnya di kawasan Asia dan pasaran Indonesia khususnya. Sementara Malaysia mulai bangkit untuk membangun pendidikannya yang cukup berbeda dengan kualitas pendidikan di Indonesia. Berdasarkan dari kajian pada kedua negara di atas, ternyata kedua negara memiliki sistem otoritas pendidikan yang hampir sama yaitu desentralisasi pendidikan yang menyerahkan kewenangan dan tanggung jawab pendidikan pada Lander gubernur walikota masing-masing. Keduanya memiliki tujuan nasional pendidikan yang perlu di acu dalam penyelenggaraan pendidikan pada setiap daerah atau wilayah (lebih mirip dengan di Indonesia).
Di Malaysia pengembangan pendidikan setiap negara bagian melibatkan masyarakat setempat, di Korea Selatan pengembangan pendidikan berada pada wadah Dewan pendidikan yang diketuai oleh gubernur atau walikota dengan anggotanya sebanyak 5-6 orang, sehingga berjumlah 7 (tujuh) orang. Dewan Pendidikan inilah yang bertanggung jawab terhadap operasional pendidikan di Korea Selatan, sehingga dewan/komite pendidikan diberikan kewenangan yang luas untuk menjabarkan berbagai macam kebijakan sesuai panduan yang telah dikeluarkan oleh kementrian pendidikan. Kondisi ini sangat berbeda dengan Indonesia, yang hingga saat ini desentralisasi pendidikan di Indonesia, belum mampu berjalan secara lancar, segala sesuatunya masih diatur dan tergantung dari pemerintahan pusat. Kepedulian pemerintahan daerah terhadap pendidikan masih relatif rendah. Keberadaan “Dewan Pendidikan” di Korea Selatan yang berwenang mengatur perencanaan dan kebijakan pendidikan, berbeda dengan di Indonesia “Dewan Pendidikan” tidak memiliki “otoritas” dalam hal perumusan kebijakan, sifatnya hanya baru sebatas sebagai “ pengkaji” masalah-masalah pendidikan, sehingga akibatnya proses desentralisasi pendidikan di Indonesia tidak berjalan dengan baik jika dibanding pada kedua negara tersebut. Hal ini dimungkinkan memiliki hubungan yang erat dengan kondisi pembiyayaan pendidikan bila ditinjau dari anggaran pendidikan Negara, dimana kedua Negara ini sudah sejak lama telah menganggarkan anggaran pendidikan yang cukup signifikan dengan hasil yang didapat yaitu masing-masing : Malaysia 30% dan Korea Selatan 18,9, dari anggaran belanja Negara, sedangkan Indonesia sejak kemerdekaan tahun 1945, anggaran pendidikan bila dirata-rata baru berkutat-katit antara 2-7,8% dari total anggaran Negara, meskipun UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas telah menyebutkan anggaran pendidikan 20%.
Kondisi ini jauh berbeda dengan anggaran kedua Negara ini, jadi teori tidak dapat dipungkiri bahwa “semakin tinggi anggaran pendidikan semakin maju ekonomi di suatu Negara” menurut Ferggeson, (1999).
Kondisi lain yang dapat dipetik dalam hal guru, dimana kedua Negara ini untuk menjadi guru SD saja di Malaysia harus berkualifikasi S1 pada tahun 1990-an begitu juga di Korea Selatan, untuk guru SD harus D-II dan untuk sekolah menengah harus diploma 4. Kondisi ini jika dibandingkan dengan Indonesia, terutama sepuluh tahunan ke belakang, guru SD kita hanya bertingkat SLTA/SPG dan baru sebagian kecil yang setingkat D-II PGSD, yang kini setelah sebagian besar telah berkualifikasi D-II PGSD baru mulai beranjak ke S1 PGSD, karena adanya tuntutan UU Guru dan Dosen tahun 2005. Jadi dari segi latar pendidikan guru SD saja kita sudah tertinggal kurang lebih 20-50 tahun dibandingkan dengan kedua Negara ini. Belum lagi masalah karier, dimana di kedua Negara ini telah menerapkan sistem sertifikasi terhadap guru agak lama, sedangkan guru sekolah menengah (SLTP/SLTA) di Korea mensyaratkan harus berlatar belakang S2/S3 dengan kajian khusus atau bidang study, beda halnya di Indonesia yang terkadang satu guru bisa mengajar apa saja, bahkan tidak aneh bila guru agama mengajar matematika dll, serta sebaliknya. Mengingat pendidikan merupakan ”titik sentral” dalam maju mundurnya kondisi bangsa, untuk itu sudah selayaknyalah anggaran pendidikan harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh dan paling penting juga menjamin kesejahteraan para guru sebagai prajurid terdepannya, sehingga para guru dapat merasa bangga dalam menjalankan tugasnya. Hal ini cukup beralasan, karena menurut Ferggosun (1999) bahwa “Semakin tinggi gaji guru semakin berkualitas hasil pendidikan”.
Realisasi anggaran pendidikan 20% di Indonesia merupakan salah satu kunci peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Terutama, selain untuk meningkatkan standarisasi guru juga, untuk melaksanakan standarisasi sarana-prasarana pendukung pendidikan di Indonesia. Yang akhirnya diharapkan akan mampu mendongkrak kualitas pendidikan di Indonesia. Masalah ini dimungkinkan akan dicapai, apabila semua pihak memiliki komitmen yang tinggi terhadap “industri pendidikan”.

 contoh beberapa system cerdas dalam bidang pendidikan:
- Robot pendidikan (educational robots) digunakan untuk membantu dalam proses mengajar tentang operasi dan penggunaan dari robot industri contoh robot yang digunakan dalam bidang pendidikan.
-Intelligence Computer - aided Instruction (CAI) juga termasuk ke dalam linkup kecerdasan buatan. Komputer ini digunakan sebagai tutoryang dapat melatih dan mengajar. CAI merupakan pengembangan lebih lanjut dari Computer Assisted Instruction (CAI).
Sistem ini berguna sekali karena siswa dapat langsung berinteraksi tanpa malu dan juga seorang guru dapat mengetahui kemampuan siswanya masing masing dan juga kerja guru akan diringankan.Namun apakah dengan menggunakn komputer ini anak ditakutkan akan tidak serius malah akan keasikan bermain tidak fokus terhadap materi yang diajarkan.
-Intelligent Tutoring Systems (ITS) kebutuhan akan penggunaan kecerdasan buatan semakin meningkat seiring dengan besarnya manfaat yang didapatkan. Intelligent Tutoring Systems (ITS) merupakan satu tipe dari sistem kecerdasan buatan yang menangani masalah pembelajaran atau pelatihan. Keuntungan digunakannya ITS ini dibandingkan dengan metode yang sering digunakan adalah terciptanya suatu pembelajaran yang lebih efektif.